Rabu, 22 Mei 2024

Materi Ajar Mawaris

Ketentuan Warisan dalam Islam

Warisan dalam Islam

Pengertian Mawaris

Ajaran Islam tidak hanya mengatur masalah-masalah ibadah kepada Allah Swt.. Islam juga mengatur hubungan manusia dengan sesamanya, yang di dalamnya termasuk masalah kewarisan. Nabi Muhammad saw.. membawa hukum waris Islam untuk mengubah hukum waris jahiliyah yang sangat dipengaruhi oleh unsur-unsur kesukuan yang menurut Islam tidak adil. Dalam hukum waris Islam, setiap pribadi, apakah dia laki-laki atau perempuan, berhak memiliki harta benda dari harta peninggalan.

Mawaris merupakan serangkaian kejadian mengenai pengalihan pemilikan harta benda dari seorang yang meninggal dunia kepada seseorang yang masih hidup. Dengan demikian, untuk terwujudnya kewarisan harus ada tiga unsur,yaitu:1) orang mati, yang disebut pewaris atau yang mewariskan, 2) harta milik orang yang mati atau orang yang mati meninggalkan harta waris, dan 3) satu atau beberapa orang hidup sebagai keluarga dari orang yang mati, yang disebut sebagai ahli waris.

Ilmu mawaris adalah ilmu yang diberikan status hukum oleh Allah Swt. sebagai ilmu yang sangat penting, karena ia merupakan ketentuan Allah Swt. dalam firman-Nya yang sudah terinci sedemikian rupa tentang hukum mawaris, terutama mengenai ketentuan pembagian harta warisan (al-fμrud almuqaddarah).

Warisan dalam bahasa Arab disebut al-mīrās merupakan bentuk masdar (infinitif) dari kata warisa-yarisu-irsan- mirasan yang berarti berpindahnya sesuatu dari seseorang kepada orang lain, atau dari suatu kaum kepada kaum lain.

Warisan berdasarkan pengertian di atas tidak hanya terbatas pada hal-hal yang berkaitan dengan harta benda saja namun termasuk juga yang nonharta benda. Ayat al-Qur'an yang menyatakan demikian diantaranya terdapat dalam Q.S. an-Naml/27:16: “Dan Sulaiman telah mewarisi Daud.” Demikian juga dalam hadis Nabi disebutkan yang artinya: “Sesungguhnya ulama itu adalah pewaris para Nabi.” Adapun menurut istilah, warisan adalah berpindahnya hak kepemilikan dari orang yang meninggal kepada ahli warisnya yang masih hidup, baik yang ditiggalkan itu berupa harta (uang), tanah, atau apa saja yang berupa hak milik legal secara syar’i. Definisi lain menyebutkan bahwa warisan adalah perpindahan kekayaan seseorang yang meninggal dunia kepada satu atau beberapa orang beserta akibat-akibat hukum dari kematian seseorang terhadap harta kekayaan. Ilmu mawaris biasa disebut dengan ilmu faraidh, yaitu ilmu yang membicarakan segala sesuatu yang berhubungan dengan harta warisan, yang mencakup  masalah-masalah orang yang berhak menerima warisan, bagian masing-masing dan cara melaksanakan pembagiannya, serta hal-hal lain yang berkaitan dengan ketiga masalah tersebut.

Dasar-Dasar Hukum Waris

Sumber hukum ilmu mawaris yang paling utama adalah al-Qur'an, kemudian As-Sunnah/hadis dan setelah itu ijma’ para ulama serta sebagian kecil hasil ijtihad para mujtahid.

1. Al-Qur'an

Dalam Islam saling mewarisi di antara kaum muslimin hukumnya adalah wajib berdasarkan al-Qur'an dan Hadis Rasulullah. Banyak ayat al-Qur'an yang mengisyaratkan tentang ketentuan pembagian harta warisan ini. Di antaranya firman Allah Swt. dalam Q.S. an-Nisa'/4:7.

 Artinya:

“Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapak, dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan”

Ayat-ayat lain tentang mawaris terdapat dalam berbagai surat, seperti dalam Q.S. an-Nisa'/4:7 sampai dengan 12 dan ayat 176, Q.S an-Nahl/16:75 dan Q.S al-Ahzab/33: ayat 4, sedangkan permasalahan yang muncul banyak diterangkan oleh As-Sunnah, dan sebagian sebagai hasil ijma’ dan ijtihad.

2. As-Sunnah

a. Hadis dari Ibnu Mas’ud berikut:

Artinya: Dari Ibnu Mas’ud, katanya: Bersabda Rasulullah saw..: “Pelajarilah al-Qur'an dan ajarkanlah ia kepada manusia, dan pelajarilah al faraidh dan ajarkanlah.

0 komentar:

Posting Komentar